2002

pemuda-yang-sedih-hatinya

Rintik-rintik air hujan membasahi jalan beraspal abu-abu  pucat.   Sementara aku menyaksikan dari pinggir jalan, menatap jauh ke awan, menerka-nerka hidupku. Di seberang jalan tampak kau duduk menanti di dalam halte bus. Sunyi.

Tahun 2012. Sudah 10 tahun berlalu sejak hari itu. Sudahkah engkau lupa, kawanku? Hari ini tepat di tanggal 14 Februari, tanggak yang mengingatkanku akan pertemuan pertama kita, mulanya musuh lalu menjadi sahabat. Apakah kau memikirkanku?

Gemuruh petir meledak-ledak di udara, memecah kesunyian diantara kita. Jalanan sepi, tak tampak satupun kendaraan berlalu lalang. Entahlah, mungkin karena hujan deras. Titik-titik air hujan menghantam jalan yang keras, menyisakkan genangan air yang membanjiri permukaan aspal. Di benakku terlintas sekilas kenangan tentang jalan ini. Seharusnya tempat ini penuh dengan darah, teriakan dan air mata. Tapi itu sepuluh tahun yang lalu.

Di seberang kulihat kau berdiri dari tempat dudukmu dan melebarkan paying menantang hujan. Setelah memastikan bahwa jalanan benar-benar sepi, kau pun melintas dengan aman, menuju ke seberang—ke tempatku. Lalu tepat di sampingku kau membungkuk, merendahkan lututmu hingga menyentuh genangan air. Kau keluarkan sekuntum mawar merah dari tas ranselmu kemudian kauletakkan mawar itu tepat disebelah kakiku.

“Kalau saja kau tidak pergi, maka kita akan bisa bermain bersama-sama lagi sampai hari ini.” Kau menggumam dengan nada muram.

Aku hanya terpaku sementara mulutmu mengucapkan kata demi kata tentang peristiwa sepuluh tahun yang lalu. Aku tak bergerak, aku tak bicara. Karena bahkan meskipun aku bicara, aku tahu kau takkan pernah mendengarku.

“Kalau saja hari itu aku lebih hati-hati menjagamu, maka kau tidak akan tertabrak..” Air mata mengalir membasahi pipimu yang berwarna putih pucat. Setiap guratan rasa sakit itu tampak di matamu seperti sepuluh tahun yang lalu saat kau kehilangan aku.

“Seandainya kau mendengarkanku, dapatkan kita berjumpa lagi?” Kau menjatuhkan payungmu dan membiarkan tubuhmu tersiram oleh air hujan. Sekarang aku jelas melihat air matamu mengalir deras, itu adalah sebuah kesedihan yang kau pendam sendiri sejak sepuluh tahun yang lalu. “Kenapa kau harus pergi?!” Kau berteriak marah, memukul-mukul udara. Tapi tak ada yang bisa kau salahkan, dan air mata tidak akan membuat sesuatu berubah.

Adilkah kalau seseorang tak berdosa kehilangan nyawanya karena kesalahan orang lain?

Aku merendahkan tubuhku dan menatap matamu lekat-lekat. Sorot mata itu tidak berubah. Mata yang tersakiti oleh kematian, itu adalah matamu sekarang. Aku mencoba tersenyum meskipun kau tidak melihatku. Kusentuh pelan pundakmu, tapi kau tak bergeming sedikitpun.

“Oh, sahabatku..” Kau meratap sendu. “Bisakah kita berjumpa lagi..?”

Tuhan, berikan aku satu kesempatan..

            Sebuah permohonan kecil yang kupanjatkan, tak kusanggka Tuhan akhirnya mengabulkannya. Detik itu petir besar menyambar pohon di dekat halte bus tak jauh dari tempatmu berada. Petir itu membelah udara, menampakkan sosokku yang tak terlihat untuk sedetik. Seperti kilasan bayangan yang muncul tiba-tiba, aku hadir di depanmu. Tapi sedetik itu lebih dari cukup bagimu untuk mengetahui keberadaanku. Kau terpukau saat itu juga, sama halnya denganku. Kita saling bertatapan dalam rasa takjub yang taktergambarkan.

Tuhan sudah mempertemukan kita, meski hanya sedetik saja.

“Sahabatku?” Mulutmu berucap terbata-bata, seolah kau tak percaya dengan apa yang baru saja kau lihat.

“Ya, ini aku..” Aku berusaha bicara. Kau mungkin tak mendengarnya, tapi kau tahu isi hatiku sebenarnya.

Air mata haru menetes dari kelopak matamu. Sekarang kau tahu aku disini. Dan akhirnya kau pun menangis bahagia di depanku, seperti halnya aku menangis bahagia di depanmu. Terima kasih Tuhan, sedetik ini sangat berarti bagi kami..

Pernah sekali waktu aku bertanya, adilkah kalau seseorang tak berdosa kehilangan nyawanya karena kesalahan orang lain?

Tuhan menjawab, mungkin tidak, tapi itu adalah rencana terindah dari Tuhan untuknya..

 

Michelle 8E/16

Tuliskan komentar anda

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.